Anak Pemimpi Yang Beruntung
Hari-harinya amat menderita bila dilihat untuk makan seharinyapun tidak selayaknya anak-anak seusianya, ia hanya memakan nasi dengan lauk sambal teri kesukaannya, namun nenek selalu memberikan gizi setiap harinya dengan memberinya susu dari endapan air beras yang direbus yang biasa disebut oleh orang jawa dengan air tajen.
Tetapi Jana sedikitpun tidak merasakan apa itu kurang, apa itu bahagia, apa itu tersenyum. Yang ada difikirannya saat itu adalah dia selalu berada dengan orang yang amat dia sayangi dan fokus dengan cita-citanya.
Bahkan dia tidak pernah tahu apakah ia dalam keadaan senang ataupun sedih saat itu. Karena dia seorang yang dungu, pemalas, payah dalam olah raga sehingga banyak orang yang menyebutnya dengan sebutan letoy.
Bahkan orang yang amat dia kagumi sewaktu kecil menyebutnya dengan kalimat yang amat dibencinya itu. Ketika itu sakit tipes melandanya sehingga membuat jana tidak dapat mengikuti kegiatan sekolah selama tiga bulan berturut-turut hingga membuat dia tidak dapat melanjutkan ketingkat selanjutnya yah benar tidak naik kelas.
Hari kesembuhannya pun tiba dan Jana harus berangkat kesekolah untuk melanjutkan pelajaran dengan teman-teman baru yaitu adik tingkatnya yang berada di kelas tiga naik ke kelas empat Sekolah Dasar pada waktu itu.
Ucap jana dengan ragu, Mamak jana tidak mau berangkat kesekolah malu sama teman. Jana takut di ejek teman-teman karena tidak naik kelas, ditambah jana juga sekarang mempunyai tubuh yang amat kurus berbeda dengan tubuh yang dulu.
Kamu ga usah khwatir jan, Ucap ibu jana. Cuma kamu harapan mamak satu-satunya dan kamupun anak yang amat mamak sayang dibandingkan anak mamak yang lain, hanya dengan masalah seperti itu saja kamu sudah menyerah katanya dulu kamu ingin menjadi seorang profesor gimana mau jadi profesor kalau baru segini aja kamu sudah menyerah.
Apa mau mamak antar ke sekolah. Dengan wajah malu dan ragunya jana menolak tawaran ibu yang hendak mengantarkan Jana kesekolah. Biar Jana berangkat kesekolah sendiri mak, biarlah apa yang dikatakan orang yang terpenting Jana tetap ingin menjadi seorang Profesor hingga kelak Jana dapat membahagiakan mamak dan nenek.
Setiba di sekolah jana bingung karena dia harus masuk kembali dikelasnya yang lama bukan bergabung dengan teman-teman se angkatan Jana melainkann dia bergabung dengan adik tingkatnya. Seketika itu banyak yang bertanya loh kak Jana koq masuk dikelas ini kenapa kak, Apakah kakak tidak naik kelas.
Tetepi dengan cita-cita yang amat besar di dalam hati serta fikirannya Jana tidak pernah merasakan malu ataupun putus asa, cambukan besar itu justru membuat Jana berubah yang tadinya datang ke sekolah selalu terlambat, bahkan hampir setiap hari dulunya dia berdiri di depan pintu karena tidak diizinkan masuk oleh ibu guru.
Memang nilai SD nya Jana tidak memuaskan, tetapi ia terselamatkan oleh keberuntungan ia diterima di SLTP Negeri yang di zamannya dulu termasuk SLTP favorit di Kampung Jana. Walaupun ia berada diperingkat ke tiga dari belakang di waktu penerimaan siswa-siswi SLTP saat itu.
Dari sinilah Jana mulai menunjukan banyak perubahan yang dulunya seorang yang amat sangat pemalu dia sedikit demi sedikit memberanikan diri untuk berbicara di depan kelas walaupun belum berani berbicara di depan umum untuk memimpin upacara ataupun kegiatan besar di sekolah.
Prestasi Jana pun tidak begitu mengecewakan walaupun ia berada di kelas yang tidak di favoritkan tetapi ia mendapatkan peringkat sepuluh besar itu pertama dalam sejarah hidupnya mendapatkan peringat sepuluh besar dengan usahanya sendiri.
Lanjut di kelas dua prestasi Jana semakin menjadi-jadi, peringkat satu kelas disabet olehnya sendiri sehingga Jana mendapatkan kuota untuk dapat masuk di kelas yang amat di favoritkan di SLTP tempat Jana bersekolah.
Semangat dan semboyan serta janji Jana pun mungkin belum ada yang dapat memecahkan rekor dari Jana tahukah kalian Jana dari kelas satu sampai Jana berada di Kelas tiga SLTP dia belum pernah mencantumkan namanya di apsen walaupun cuma sekali dengan alasan apapun yaitu Alfa, Sakit, ataupun Izin. itulah yang menjadi kebanggaan Jana di dalam hatinya walaupun tidak semua yang mengetahuinya walaupun itu wali kelas Jana sendiri.
Semangat untuk menjadi seorang profesor di dalam diri Jana belum pernah terpudarkan ketika dia berada di kelas favorit dia berhasil bersaing dengan teman-temannya yang jauh lebih pintar dengannya.
Hasil akhir yang didapatnya ia berhasil masuk di SMU paling favorit se Kabupaten tempat Jana tinggal bayangkan banyak sekali orang-orang yang ingin masuk kesana tetapi Jana bisa masuk saat itu dengan keberuntungan nilai yang besar dan kali ini ia tidak berada di urutan terakhir sama seperti di waktu dia SMP dia berada diurutan lima puluh besar siswa-siswi terbaik sekabupaten tempat tinggal Jana.
Sampai pada saat itu Jana amat murung karena ia mencari namanya tidak ketemu karena dia hanya melihat diurutan terakhir sampai diurutan tengah siswa-siswi di SMU pada saat itu.
Rasa kecewa yang amat besar entah apalagi yang harus Jana lakukan pada saat itu, doa, belajar semua dia sudah lakukan tetapi mengapa masih belum diterima disini tutur Jana dalam hati.
Tak lama dari gumam Jana datanglah sahabat satu bangku Jana menghampirinya dengan wajah yang sama dengan Jana, tetapi dia mengucapkan kata selamat kepada Jana. Bro selamat ya sudah diterima di SMU ini ga nyangka gua lu bisa diterima disini, sedih gua ga ada lu kita ga bisa bersama-sama lagi, ga bisa menggambar dan membuat komik bareng lagi bro, dan yang paling penting gua ga bisa nunjukin karya-karya terhebat gua sama elu, tutur seorang sahabat sejati Jana di waktu SLTP.
Dengan wajah yang amat terheran dan tidak percaya Jana pun amat tersentak mendengar celotehan teman yang dianggap Jana banyak bercanda dan tidak pernah serius dalam hal apapun. Kalo mau ngelawak jangan sekarang jat, tutur Jana sambil memegang bahu temannya itu. Becanda gimana lo bro itu namamu ada di pengumuman penerimaan siswa-siswa baru gitu lo.
Sambil ngoceh-ngoceh seperti biasanya jajat teman dekat Jana menarik tangan Jana untuk menunjukan bahwa Jana diterima di sekolah itu.
Senyum lebar, jantung berdebar tak terhenti saat itu menandakan sikap tidak percaya bahkan sampai beberapa kali dia mencocokan nomor tes dengan namanya di papan pengumaman masih saja Jana belum puas kalau itu benar-benar namanya yang tercantum dalam papan pengumuman.
Sampai-sampai Jana meminta jajat untuk mencubit bahkan menampar wajahnya dengan sigap saat itu Jajat menampar wajah Jana dengan kuat. Waduh sakit!!! gila kamu ya jat. Lah katanya suruh nampar ya gua semangat emang dari dulu gua pingin nampar lu kwkwkw tawa Jajat dengan ringannya. Asem kamu jat sela Jana dalam tawa Jajat.
..... TO be Continou