--> Skip to main content
Karya Tulis

follow us

Asal Muasal Pulau Kemaro

Pada zaman dahulu, di Kerajaan Sriwijaya ada seorang putri yang bernama Siti Fatimah. Siti Fatimah cantik dan baik hati sehingga banyak pemuda-pemudi tampan dari berbagai penjuru nusantara datang, namun tidak satu pun yang bisa menaklukan hati putri Siti Fatimah.

Namun pada suatu hari, datanglah sebuah kapal besar dari Negeri Cina, bersama dengan rombongan yang dipimpin seorang pangeran bernama Tan Bun An. Ia datang untuk berdagang di Kerajaan Sriwijaya. Lalu ia menghadap Paduka Raja.

Ketika ia meminta izin ke Raja Sriwijaya, ia bertemu dengan putri Raja yang bernama Siti Fatimah. Ia langsung jatuh hati, begitu juga dengan Siti Fatimah. Merekapun menjalin kasih dan berniat untuk ke pelaminan.

Kemudian, Tan Bun An menghadap Raja untuk meminta restu "Paduka, kedatangan hamba menghadap, karena hamba ingin mengutarakan keinginan untuk meminang Putri Siti Fatimah menjadi istri hamba," kata Tan Bun An.

Raja Sriwijaya berfikir sejenak ia tahu bahwa Tan Bun An adalah putra mahkota dari sebuah kerajaan besar di Negeri Cina, karena ia tidak keberatan putrinya menikah dengan pemuda itu. "Anak muda aku tahu kau pemuda yang baik, aku tidak keberatan putriku menikah denganmu. Namun, kau harus menyediakan tujuh guci berisi emas."

Tan Bun An menyanggupi syarat yang diajukan Raja. Lalu Tan Bun An mengajak sang Siti Fatimah ke daratan Cina untuk melihat orang tuanya. Setelah beberapa waktu, mereka kembali ke Kerajaan Sriwijaya disertakan pula tujuh guci yang berisi emas.

Sesampai di muara sungai Musi Tan Bun An ingin melihat hadiah emas di dalam Guci-guci tersebut. Tetapi alangkah kagetnya karena yang dilihat adalah sayuran sawi-sawi. "Oh, tidak! mengapa isinya hanya sayur-sayur sawi yang sudah membusuk?

Aku akan malu kepada calon mertuaku!" pikir Tan Bun An panik tanpa berfikir panjang ia membuang guci-guci tersebut ke laut, tetapi guci-guci terakhir terjatuh diatas dek dan pecah. Ternyata didalamnya terdapat emas.

Lagi-lagi tanpa berfikir panjang Tan Bun An terjun ke dalam sungai untuk mengambil emas-emas dalam guci yang sudah dibuangnya. Seorang pengawalnya juga ikut terjun untuk membantu. Siti Fatimah yang sejak tadi menyaksikan kejadian itu berlari ke pinggir sungai dan menunggu calon suaminya muncul dari dalam sungai Musi. Namun, sampai menjelang sore kedua orang itu tidak kunjung muncul ke permukaan.

Putri cantik akhirnya menyusul dan terjun juga ke sungai Musi untuk mencari calon suaminya. Sebelum loncat, Putri berpesan kepada dayang-dayangnya yang tinggal. "Jika nanti melihat ada timbunan tanah muncul di permukaan sungai, itu adalah kuburanku," kata Putri Siti Fatimah lalu menceburkan diri ke dalam sungai.

Tidak ada seorang pun yang kembali ke permukaan, beberapa hari kemudian, di tepi sungai Musi muncullah timbunan tanah menyerupai sebuah gundukan. Semakin hari, gundukan tanah tersebut semakin lebar, hingga menjadi sebuah pulau.

Masyarakat setempat menamai pulau tersebut Pulau Kamaro yang artinya Kemarau. Nama itu dipilih, karena kondisi pulau tersebut yang tidak pernah tergenang sedikitpun meskipun ketinggian air di sungai Musi sedang meningkat. Di pulau tersebut terdapat sebuah gundukan tanah yang agak besar dan diyakini sebagai makam Putri Siti Fatimah.

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar